 |
|
| Judul Film | : | Jangan Menangis Mama |
| Sutradara | : | Sofia WD |
| Produser | : | Alex Tedja |
| Pemeran_utama | : | Marini, Roy Marten. |
| Pemeran_pembantu | : | Doddy Sukma, Dadi Miradi, Surya Lesmana, Sukarsih, Rd Mochtar, Roldiah, Hasan Dollar, Rachmah, Retno W., Santi Sardi |
| Keterangan | : | Jakarta: PT Isae Film, 1977 |
| Deskripsi_fisik | : | Film berwarna, durasi 83 menit |
| Media | : | Film layar lebar |
| Subjek | : | Drama |
| Bahasa | : | Bahasa Indonesia |
| Penulis_skenario | : | Arifin C. Noer |
| Penulis_cerita | : | Hatoek Soebroto |
| Penata_artistik | : | Bambang Trilaksono |
| Penata_suara | : | Suparman Sidik |
| Penata_musik | : | Idris Sardi |
| Penata_foto | : | Tantra Surjadi |
| Penyunting | : | Suryo Susanto |
| Soundtrack | : | [ Tidak dicantumkan ] |
| Judul_lain | : | [ Tidak dicantumkan ] |
| Catatan | : | Untuk 17 tahun ke atas Dirilis tahun 1977 |
| Sumber | : | Katalog Film Indonesia 1926-1995 / JB Kristanto.- indonesianfilmcenter.com |
Karena ditentang habis oleh ibunya (Sukarsih), Nani (Marini) memilih pergi dan kawin dengan kekasihnya Hendra (Roy Marten). Ayah Nani (Rd Mochtar) yang memihak Nani, mengalah saja terhadap kemauan istrinya. Hendra dan Nani hidup sederhana di kampung. Hendra bekerja sebagai guru. Tiga anak lahir dan tumbuh. Hendra kemudian meninggal karena kecelakaan. Maka, Nani harus kerja sendiri dengan menjahit, padahal tubuhnya lemah. Budi (Dadi Miradi) dan adiknya Lilik (Santi Sardi) diam-diam berusaha membantu ibunya hingga sering terjadi salah paham. Budi mencari uang dengan menjadi pemungut bola di lapangan tenis, dan bersama Lilik berjualan penganan di sekolah. Penganan itu diambil dari seorang pembuatnya dengan membayar belakangan. Kepada ibunya dikatakan bahwa mereka dibebaskan dari uang sekolah, padahal uang sekolah itu dibayar dari hasil keringat mereka. Digambarkan pula kesulitan mereka dalam usaha ini: dijahili kawan dan terpaksa bolos, hingga ibunya Nani terpaksa mengusut ke sekolah. Barulah semuanya disadari Nani. Film diakhiri dengan insyafnya orangtua Nani. Mereka datang ke Jakarta pada saat Nani harus dirawat di rumah sakit, sementara anak-anaknya naik kelas dan jadi murid teladan.
|
|||
|
