Judul Film | : |
Lewat tengah malam (1971) |
Sutradara | : |
Sjuman Djaya |
Produser | : |
Chan Pattimura |
Pemeran_utama | : |
Rahmat Hidayat; Rima Melati
|
Pemeran_pembantu | : |
Sukarno M.Noor; Ismed M.Noor; Rahayu Effendi; Ishaq Iskandar; Farida Arriany; Aedy Moward; Sjuman Dajaya.
|
Keterangan | : |
Dirilis tahun 1971.
|
Deskripsi_fisik | : |
Film berwarna |
Media | : |
Seluloid |
Subjek | : |
Laga |
Bahasa | : |
Indonesia |
Penulis_skenario | : |
Sjuman Djaya |
Penulis_cerita | : |
Sjuman Djaya |
Penata_artistik | : |
Ami Prijono |
Penata_suara | : |
[ Tidak dicantumkan ] |
Penata_musik | : |
Trisutji Djuliati Djulham (Trisutji Kamal) |
Penata_foto | : |
Akin |
Penyunting | : |
[ Tidak dicantumkan ] |
Soundtrack | : |
[ Tidak dicantumkan ] |
Judul_lain | : |
[ Tidak dicantumkan ] |
Catatan | : |
Merupakan film cerita panjang pertama Sjuman Djaya setelah pulang ke Mosko. Sebelumnya ia menuliskan skenario untuk sutradara-sutradara lain. Mungkin bisa disebut sebagai salah satu film Sjuman Djaya yang terbaik. Dengan film pertamanya ini, Sjuman Djaya sudah langsung menegaskan
sikapnya dalam berfilm: sebuah pernyatan sosial yang dengan konsisten
dipegangnya terus, plus romantik.
|
Sumber | : |
Katalog Film Indonesia 1926-1995 / JB Kristanto.
|
Lono (Rachmat Hidayat) adalah bandit kaya (bermobil Alfa Romeo) dan romantik bak Robin Hood. Yang dirampok khusus koruptor-koruptor kaya, dan hasilnya dipakai untuk membantu desa miskin. Sehabis merampok dia tak lupa meninggalkan cap: sarung tangan hitam. Sikap ini terbentuk, dari masa kecilnya yang menderita, dan masa remajanya direnggut Revolusi 45. Kegelisahan masa revolusi ini terbawa terus di masa damai, apalagi melihat kawan-kawannya dulu kini sempat menikmati kehidupan merdeka atas kerugian negara.
Djoko (Sukarno M.Noor), kakak kandungnya, berada di seberang. Ia komandan polisi yang ingin menghentikan kelihaian sang pencuri. Untuk itu ia menggunakan Sukma (Rima Melati), putri seorang pejabat yang lumpuh ditabrak karena kegiatannya memberantas korupsi tanpa ampun. Terjadilah hubungan akrab Lono dan Sukma. Di sinilah semua latar belakang Lono terungkap, yang juga membuat Sukma termangu. Dialog-dialog yang terjadi antara Lono-Sukma, menunjukkan sikap Sjuman dalam menghadapi masalah-masalah sosial. Ada satu dendam Lono terhadap koruptor besar yang masih belum terlunasi. Maka, meski ia tahu dalam bahaya, ia masuk Jakarta. Berhasil. Bahkan di tengah kepungan polisi yang dipimpin kakaknya. Setelah itu, ia justru mengunjungi kakaknya. Keduanya bernostalgia, sebelum menyelesaikan masalah antarmereka (borgol menyatukan Lono-Djoko), antara lain minum air es dicampur gula pasir, lambang kemelaratan masa kecil mereka. Dan Sukma pun siap jadi pengacara yang membela Lono tercinta di pengadilan.